Suara Tangisan dari Sumur Tua – Malam itu, udara di desa terasa lebih dingin dari biasanya. Bulan separuh menggantung pucat di langit, menerangi pepohonan yang berdiri kaku bagai bayangan hitam. Angin malam berdesir, membawa suara samar yang terdengar seperti… tangisan.
Rina, seorang mahasiswi yang baru pindah ke desa itu untuk penelitian, mendengar suara aneh itu ketika ia sedang menulis di meja belajarnya. Awalnya ia mengira hanya suara anak kecil atau mungkin kucing. Namun suara itu berulang, semakin jelas, dan selalu datang dari arah belakang rumah kontrakannya.
Rumah itu memang sudah tua. Pemilik rumah pernah memperingatkan Rina, “Kalau malam jangan keluar ke halaman belakang. Ada sumur tua di sana, sudah lama tak digunakan.” Rina menganggap itu hanya peringatan biasa agar ia tidak celaka. Tapi rasa penasaran mulai menguasainya.
Sumur di Belakang Rumah
Dengan senter kecil di tangannya, Rina melangkah ke halaman belakang. Suara tangisan itu semakin jelas. Di balik semak belukar, berdiri sebuah sumur tua dengan dinding batu berlumut. Bibir sumur ditutupi kayu lapuk, tapi jelas dari situlah suara itu berasal.
Ketika Rina mendekat, udara di sekitarnya tiba-tiba menjadi pengap. Senter di tangannya berkelip-kelip, seolah hampir padam. Tangisan itu berubah menjadi rintihan, lalu perlahan terdengar suara lirih:
“Tolong aku…”
Rina mundur selangkah, jantungnya berdetak kencang. Suara itu bukan lagi samar—jelas sekali, seakan ada seseorang di dalam sumur. Dengan tangan gemetar, ia menyingkap kayu penutup sumur.
Yang terlihat hanyalah kegelapan pekat. Namun tiba-tiba, sesuatu bergerak di dalamnya. Dari dasar sumur, tampak sepasang tangan pucat dengan jari-jari panjang merayap naik.
Wajah di Dalam Sumur
Rina ingin lari, tetapi tubuhnya seperti terkunci. Ia hanya bisa menatap ketika tangan itu semakin dekat dengan bibir sumur. Lalu sebuah wajah muncul: pucat, basah, dengan rambut panjang menempel seperti rumput liar. Matanya kosong, mulutnya terbuka, dan dari sana keluar suara tangisan yang sama.
“Aku… terjebak… turunlah bersamaku…”
Suara itu menggema, bercampur dengan desiran angin yang kini terdengar seperti jeritan. Rina menutup mulutnya, berusaha menahan teriakan. Wajah itu terus mendekat, naik dari sumur dengan tubuh yang kuyup. Air menetes ke tanah, berbau busuk seperti bangkai yang lama terendam.
Akhirnya tubuh itu keluar sepenuhnya. Sosok perempuan bergaun putih lusuh berdiri di hadapan Rina, kepalanya menunduk, rambut menutupi wajahnya. Dari gaun putihnya menetes air hitam pekat yang langsung meresap ke tanah.
Rahasia Sumur Tua
Besok paginya, Rina mendengar cerita dari tetua desa. Konon, puluhan tahun lalu ada seorang gadis desa yang dibuang ke sumur itu karena dituduh membawa sial. Sejak saat itu, banyak orang mendengar tangisan di malam hari. Beberapa warga yang mencoba mendekat sumur, hilang tanpa jejak.
Tetua itu berkata dengan suara berat, “Kalau kau sudah mendengar tangisannya, dia akan terus mencarimu. Kau tidak bisa lagi lari.”
Malam berikutnya, Rina tidak bisa tidur. Lampu rumahnya berkedip-kedip meski listrik normal. Dari luar, terdengar suara tetesan air—tik… tik… tik…—seperti ada yang menetes dari rambut basah di halaman.
Ketika ia memberanikan diri membuka jendela, sosok itu berdiri tepat di bawah, menengadah, dengan mata kosong menatapnya. Bibirnya bergerak pelan, membentuk kata-kata:
“Turunlah bersamaku… di sumur…”
Penutup yang Mencekam
Sejak malam itu, Rina menghilang. Rumah kontrakan ditemukan kosong, namun basah oleh air hitam di setiap sudutnya. Warga yang mendekati sumur tua mengaku mendengar tangisan perempuan muda, bercampur suara baru yang mereka kenal—suara Rina, memanggil dari dalam kegelapan.
Dan hingga kini, siapa pun yang melewati rumah itu di malam hari masih bisa mendengar suara lirih dari arah sumur:
“Tolong aku… jangan biarkan aku sendirian…”