Rumah di Ujung Jalan Buntu

0 0
Read Time:3 Minute, 29 Second

Rumah di Ujung Jalan Buntu – Di sebuah desa terpencil, ada sebuah rumah tua yang sudah lama ditinggalkan. Orang-orang desa menyebutnya “Rumah di Ujung Jalan Buntu”. Tidak ada yang berani mendekat setelah matahari terbenam. Menurut cerita, rumah itu pernah dihuni oleh sebuah keluarga, namun mereka semua menghilang tanpa jejak dalam satu malam. Sejak saat itu, rumah tersebut selalu tampak gelap dan sepi, tapi kadang terdengar suara tawa dan tangis anak-anak dari dalamnya.

Awal Kejadian

Dika, seorang mahasiswa, tidak percaya dengan cerita hantu. Suatu hari, ia dan tiga temannya — Reno, Sinta, dan Naya — memutuskan untuk membuktikan kalau semua itu hanya mitos. Mereka sepakat untuk menginap semalam di rumah tersebut, membawa kamera dan perekam suara untuk mendokumentasikan pengalaman mereka.

Saat mereka tiba menjelang senja, udara terasa berat dan berbau apek. Pintu rumah terbuka sedikit, seperti menunggu seseorang masuk. Sinta menggigil, merasa tidak nyaman, sementara Reno tertawa kecil, mencoba mengusir rasa takut.

“Santai aja, Sin. Ini cuma rumah tua biasa.” kata Reno, menepuk bahu Sinta.

Namun, begitu mereka melangkah masuk, pintu di belakang mereka tertutup keras dengan bunyi BRAK!. Mereka semua terlonjak kaget.

Malam yang Mencekam

Malam pun tiba. Mereka duduk di ruang tengah, menyalakan lilin karena listrik sudah lama terputus. Dika mulai merekam menggunakan kameranya.

Pada pukul 11 malam, Naya mendengar suara langkah kaki dari lantai atas. Awalnya pelan, kemudian semakin jelas. Namun, saat Reno memberanikan diri memeriksa, lantai atas kosong. Hanya ada kamar-kamar berdebu dengan jendela yang sudah rusak.

Saat kembali ke bawah, Reno merasa pundaknya berat. Dika memperhatikan dan melihat noda hitam seperti bekas tangan di punggung Reno.

“Ren, punggung lu kenapa, tuh?” tanya Dika.

Reno menoleh ke cermin dan wajahnya langsung pucat. “Gue… nggak tahu….”

Sinta mulai menangis dan memohon untuk pulang, tetapi pintu depan terkunci rapat, seolah-olah tidak pernah bisa dibuka lagi. Mereka mencoba memecahkan jendela, tapi kaca itu terasa seperti besi, tak tergoyahkan.

Teror Makin Nyata

Tengah malam, suara tangisan anak kecil terdengar jelas dari ruang tamu. Lilin tiba-tiba padam, menyisakan mereka dalam kegelapan total. Dalam gelap, Sinta merasakan sesuatu menggenggam tangannya. Ia mengira itu Naya, tapi ketika lilin dinyalakan kembali, Naya berdiri jauh di sudut ruangan, gemetar ketakutan.

Sinta menjerit histeris. Tangannya terasa dingin dan basah, seperti digenggam oleh sesuatu yang bukan manusia.

“Kita harus keluar dari sini sekarang juga!” teriak Sinta.

Mereka mencoba ke dapur, berharap ada pintu keluar lain. Namun, di dinding dapur, mereka menemukan foto keluarga yang menghuni rumah itu dulu. Yang membuat mereka ngeri, wajah mereka berempat tampak samar-samar di foto tersebut, seolah sudah menjadi bagian dari keluarga itu.

Kamar Terkunci

Tiba-tiba, suara nyaring terdengar dari lantai atas. Reno, yang tampak semakin lemah, seperti dipanggil oleh suara itu. Ia berjalan menaiki tangga tanpa bisa dikendalikan. Dika berusaha menariknya, tapi terasa seperti menarik batu.

Reno masuk ke sebuah kamar yang sebelumnya terkunci. Begitu pintu terbuka, suhu ruangan turun drastis. Di dalam kamar itu ada ranjang tua dengan selimut yang sudah usang. Reno duduk di ranjang itu, matanya kosong.

“Mereka… menunggu kita,” bisiknya lirih.

Pintu kamar tiba-tiba menutup keras, memisahkan Reno dari yang lain. Dari dalam terdengar suara teriakan Reno, lalu hening.

Ketika Dika dan yang lain berhasil mendobrak pintu, Reno sudah tidak ada. Di ranjang hanya tersisa bantal basah oleh darah.

Akhir yang Tragis

Mereka panik dan berlari ke ruang tamu, namun rumah itu seolah-olah berubah bentuk. Koridor memanjang tak berujung, dan pintu yang tadi ada menghilang. Di ujung koridor, mereka melihat siluet seorang wanita bergaun putih, wajahnya samar.

Wanita itu menunjuk ke arah mereka, dan tiba-tiba dinding rumah dipenuhi tangan-tangan hitam yang meraih mereka. Sinta terseret ke dalam kegelapan, jeritannya menggema. Naya berusaha lari, tapi terjatuh dan diseret ke dalam lantai yang tiba-tiba berubah seperti rawa.

Dika adalah yang terakhir bertahan. Ia berlari sambil membawa kamera, menabrak pintu depan yang akhirnya terbuka. Ia berhasil keluar, terengah-engah, dan segera pingsan di jalan.

Keesokan paginya, warga desa menemukan Dika sendirian di tengah jalan. Ia tidak bisa bicara lagi, hanya menatap kosong sambil memeluk kameranya.

Ketika kamera itu diputar, rekaman terakhir menunjukkan mereka berempat duduk di ruang tengah. Tapi yang membuat darah membeku, di belakang mereka berdiri keluarga yang sudah lama menghilang, tersenyum lebar, dengan mata kosong dan hitam pekat.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %