0 0
Read Time:2 Minute, 55 Second

Ritus Tengah Malam – Di sebuah kota kecil yang tampak biasa, ada sebuah legenda tua tentang Jam Dua Belas Empat Puluh Lima. Konon, jika seseorang masih berada di luar rumah pada pukul 12:45 malam, mereka akan mendengar lonceng yang tidak berasal dari gereja mana pun. Lonceng itu diyakini memanggil roh-roh yang kehilangan tubuhnya.

Tidak banyak yang percaya cerita itu, sampai seorang wartawan muda bernama Arman memutuskan untuk membuktikannya. Ia ingin menulis artikel tentang mitos kota dan menemukan asal-usul suara lonceng tersebut.


Awal Penyidikan

Arman memulai penelitiannya dengan mewawancarai penduduk setempat. Sebagian besar menolak bicara, wajah mereka pucat setiap kali Arman menyebut kata lonceng. Seorang pria tua bernama Pak Surya akhirnya bersedia berbicara, tapi dengan suara bergetar.

“Nak, kalau kau dengar lonceng itu… jangan ikuti suaranya. Jangan pernah melihat ke arah datangnya suara.”

Arman menganggapnya hanya mitos. Ia memutuskan untuk berada di luar rumah pada pukul 12:45 malam dan merekam apa yang terjadi. Malam itu ia membawa kamera, perekam suara, dan jam saku tua yang selalu ia bawa sejak kecil.


Malam Pertama

Pukul 12:44, udara tiba-tiba menjadi dingin. Jam tangannya terasa berat, seperti ditarik oleh sesuatu yang tak terlihat. Saat jarum menunjukkan 12:45, suara lonceng bergema di seluruh kota, padahal tidak ada menara atau gereja di dekat sana.

Arman merasakan jantungnya berdegup kencang. Ia berbalik ke arah datangnya suara, meski teringat peringatan Pak Surya.
Dalam kegelapan, ia melihat sekelompok orang berpakaian jubah hitam berjalan perlahan. Mereka memegang lilin, wajah mereka tersembunyi di balik topeng kayu tanpa mata.

Yang membuatnya membeku ketakutan adalah ketika ia melihat wajahnya sendiri di salah satu topeng itu.

Arman mundur, tapi tiba-tiba kota terasa berbeda. Lampu jalan padam, bangunan berubah menjadi tua dan rusak. Ia memeriksa jam sakunya — jarumnya berputar cepat ke arah belakang, berhenti tepat di 12:45.


Kultus dan Rahasia Kota

Keesokan harinya, Arman terbangun di kamarnya. Ia pikir semua hanyalah mimpi. Tapi saat melihat rekaman kameranya, wajahnya memucat. Rekaman itu memperlihatkan dirinya berjalan bersama orang-orang berjubah, memegang lilin, dan menyembah sesuatu yang tak terlihat.

Ia kembali menemui Pak Surya, yang akhirnya menceritakan kebenaran.

“Kota ini dibangun di atas ritual lama. Setiap 40 tahun sekali, jiwa-jiwa yang terjebak akan mencari tubuh baru. Mereka menandai korbannya dengan suara lonceng itu. Dan sekali kau mendengarnya, kau tidak bisa lari.”

Arman mencoba menyangkal, tapi saat itu ia mendengar suara samar di kejauhan — suara lonceng yang hanya ia dengar sendiri.


Kengerian yang Berulang

Malam berikutnya, pukul 12:45, Arman memutuskan untuk bersembunyi di ruang bawah tanah. Namun suara lonceng tetap terdengar, kali ini lebih keras. Lilin di ruang bawah tanah menyala sendiri, memperlihatkan lingkaran simbol kuno yang tidak ia lihat sebelumnya.

Sosok berjubah muncul di balik kegelapan. Salah satunya membuka topengnya, memperlihatkan wajah Arman sendiri, tetapi lebih tua dan penuh luka.

“Kau sudah melakukannya berkali-kali. Setiap kali kau mencoba melawan, kau hanya kembali ke awal. Inilah giliranmu untuk menjadi penjaga ritual ini.”

Arman berteriak dan mencoba lari, tapi setiap pintu yang ia buka selalu membawanya kembali ke ruang bawah tanah yang sama. Lingkaran simbol itu semakin bercahaya, dan ia mulai merasa tubuhnya ditarik keluar dari dalam dirinya sendiri.


Akhir yang Terjadi Setiap Kali

Pagi harinya, kota kembali normal. Seorang wartawan baru tiba di kota, mendengar tentang legenda Jam Dua Belas Empat Puluh Lima.
Ia bertemu seorang pria tua yang ramah, bernama… Arman.

Pria itu berkata dengan senyum samar:

“Nak, kalau kau dengar lonceng itu… jangan ikuti suaranya. Jangan pernah melihat ke arah datangnya suara.”

Dan di kejauhan, suara lonceng bergema lagi.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %