0 0
Read Time:2 Minute, 6 Second

Penghuni Kamar 313 – Rafi baru pindah ke kota kecil untuk bekerja di sebuah kantor konstruksi. Ia menyewa kamar di Hotel Melati, bangunan tua yang berdiri sejak zaman kolonial. Harga sewanya murah, dan kamar 313 tampak bersih meski sedikit lembap. Pemilik hotel, seorang wanita tua bernama Bu Ratna, hanya berpesan singkat:

“Kalau malam, jangan buka jendela. Apa pun yang terjadi.”

Rafi menganggapnya hanya kepercayaan kuno. Namun malam pertama, ia mulai menyadari ada yang aneh.

Suara dari Jendela

Sekitar pukul dua dini hari, Rafi terbangun oleh ketukan pelan di jendela. Angin tak bertiup, tapi tirai bergoyang perlahan. Ia mendekat dengan senter di tangan. Dari balik kaca buram, tampak bayangan seseorang berdiri diam.

Jantungnya berdegup cepat. Saat ia berani mengintip lebih dekat, bayangan itu menghilang. Ia menenangkan diri dan kembali ke tempat tidur, tapi suara itu muncul lagi — kini terdengar seperti bisikan lembut,

“Buka… aku kedinginan…”

Rafi membeku. Ia menarik selimut, mencoba tidur sambil mematikan lampu. Tapi hawa kamar tiba-tiba berubah dingin, dan aroma tanah basah memenuhi udara.

Peringatan dari Penjaga

Pagi harinya, Rafi menanyakan hal itu pada penjaga hotel. Lelaki tua itu menatapnya lama, lalu berkata pelan,

“Kamar 313 dulu dihuni seorang wanita. Dia bunuh diri di jendela itu. Sejak itu, tamu sering dengar ketukan tengah malam. Bu Ratna melarang siapa pun membukanya.”

Rafi menelan ludah. Ia mulai berpikir untuk pindah kamar, tapi semua kamar lain sudah penuh. Ia pun bertahan satu malam lagi, berjanji untuk tidur dengan lampu menyala.

Malam Kedua

Jam menunjukkan pukul 1:47. Lampu kamar berkedip, dan suhu turun drastis. Dari arah jendela, terdengar suara kuku menggores kaca. Perlahan, muncul noda merah seolah darah menetes dari bingkai.

Tirai bergerak sendiri, lalu bayangan wanita dengan rambut panjang menutupi wajah tampak berdiri di luar. Suara bisikan yang sama terdengar lagi, kali ini lebih jelas:

“Kau menatapku semalam… sekarang gantian aku melihatmu…”

Rafi menjerit dan berlari ke pintu, tapi gagangnya tak bergerak. Kunci macet. Saat menoleh, sosok wanita itu sudah berada di dalam kamar, menatapnya dari sudut ruangan dengan mata kosong dan mulut tersenyum lebar.

Ia berlari ke arah jendela, tapi tubuhnya seperti ditekan oleh udara berat. Lampu padam seketika, hanya terdengar napas berat dan langkah kaki mendekat. Suara dingin berbisik di telinganya,

“Sekarang… buka jendelanya untukku…”

Keesokan paginya, petugas hotel menemukan kamar 313 kosong. Jendela terbuka lebar. Di lantai, ada bekas telapak kaki basah menuju tempat tidur.

Bu Ratna hanya menghela napas. Ia menutup kamar itu lagi dengan papan kayu, menempelkan kertas bertuliskan:

“Kamar ini tidak disewakan.”

Namun malamnya, tamu kamar sebelah mendengar ketukan pelan dari arah dinding yang sama.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %