Lorong Tanpa Ujung – Malam itu, Alya, seorang mahasiswi tingkat akhir, baru saja pulang dari perpustakaan kampus. Jalanan sepi, hanya ditemani suara jangkrik dan sesekali gonggongan anjing dari kejauhan. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.45 malam saat ia berjalan melewati gang sempit yang biasa ia gunakan sebagai jalan pintas menuju kosnya.
Di ujung gang, ia melihat sebuah gedung tua yang sudah lama ditinggalkan. Gedung itu dikenal di lingkungannya sebagai Rumah Tua Lorong Panjang, bangunan peninggalan Belanda yang kabarnya pernah menjadi rumah sakit darurat saat masa penjajahan.
Banyak cerita menyeramkan yang beredar tentang tempat itu—suara jeritan di tengah malam, penampakan perawat tanpa wajah, dan lorong yang seakan tidak pernah berakhir. Alya, yang tak percaya takhayul, hanya menertawakan cerita itu.
Namun malam ini, langkahnya terasa berat ketika melewati bangunan itu. Udara mendadak menjadi dingin, seperti ada sesuatu yang mengamatinya dari kegelapan.
Bab 1: Pintu yang Terbuka
Saat hampir melewati gedung tua itu, Alya melihat sesuatu yang aneh. Pintu depan gedung yang biasanya terkunci rapat kini sedikit terbuka, bergoyang perlahan seperti diayun angin.
“Mungkin angin,” pikir Alya sambil mempercepat langkah.
Namun, suara lirih terdengar dari dalam. Suara itu begitu pelan, tetapi jelas:
“Tolong… masuklah ke dalam…”
Alya berhenti. Ia memandang sekeliling, memastikan tidak ada siapa-siapa. Rasa takut bercampur rasa penasaran membuatnya mendekati pintu itu. Dengan tangan gemetar, ia mendorongnya sedikit. Pintu itu terbuka lebar dengan bunyi berderit panjang, seolah mengundangnya masuk.
Bab 2: Lorong yang Tak Berujung
Begitu melangkah masuk, bau busuk menyengat langsung menyeruak. Dinding-dinding dipenuhi lumut dan bercak merah yang tak jelas asalnya. Di tengah ruangan, ada koridor panjang yang diterangi cahaya redup dari lampu-lampu tua yang berayun pelan.
Alya mulai berjalan perlahan sambil menyalakan ponselnya sebagai senter. Semakin jauh ia melangkah, semakin panjang lorong itu terasa. Ia mencoba menghitung langkahnya, namun jumlahnya terasa tidak masuk akal.
“Seharusnya sudah sampai ujung, tapi kenapa masih terus begini?” pikirnya dengan napas memburu.
Dari kejauhan, terdengar suara roda berdecit, seperti ranjang rumah sakit yang digeser. Tak lama, terdengar suara tawa pelan seorang perempuan, diikuti suara tangisan bayi yang samar-samar.
Bab 3: Perawat Tanpa Wajah
Lampu-lampu di lorong berkedip-kedip, lalu tiba-tiba mati total. Alya berdiri kaku dalam kegelapan, hanya ditemani cahaya redup dari ponselnya.
Ketika ia mengangkat ponsel untuk melihat sekeliling, sosok perempuan berseragam perawat muncul di ujung lorong. Seragamnya lusuh, penuh noda darah, dan wajahnya… tidak ada. Hanya kulit putih polos tanpa mata, hidung, ataupun mulut.
Perawat itu berjalan perlahan ke arahnya sambil membawa ranjang besi beroda. Suara roda itu semakin keras dan menggema di seluruh lorong. Alya panik, berlari ke arah berlawanan sambil berteriak minta tolong.
Namun, lorong itu tidak pernah berakhir. Semakin ia berlari, semakin jauh ujungnya terasa. Saat ia menoleh ke belakang, sosok perawat itu kini berada tepat di belakangnya, hanya berjarak beberapa langkah saja.
Bab 4: Kamar 306
Di tengah kepanikannya, Alya melihat sebuah pintu bertuliskan angka 306. Tanpa pikir panjang, ia membukanya dan masuk. Pintu itu langsung menutup dengan keras, seolah dikunci dari luar.
Di dalam ruangan itu, suasananya lebih mencekam. Bau anyir darah terasa sangat kuat. Di sudut ruangan, ada tempat tidur tua dengan selimut yang menggumpal. Saat Alya mendekat, selimut itu bergerak sendiri.
Dengan tangan gemetar, ia menarik selimut itu. Di bawahnya, bukan tubuh manusia, melainkan boneka bayi yang sudah rusak dan berlumuran darah. Boneka itu tiba-tiba tertawa pelan, suaranya terdengar menyeramkan.
Tiba-tiba, pintu kamar terbuka perlahan. Sosok perawat tanpa wajah berdiri di ambang pintu. Kali ini ia membawa gunting operasi berkarat yang meneteskan darah.
“Kau… tidak seharusnya di sini…” bisiknya dengan suara yang entah dari mana.
Bab 5: Rekaman Video
Alya mencoba melawan rasa takutnya. Ia meraih ponselnya dan mulai merekam kejadian itu, berharap ini hanya mimpi buruk yang bisa dibuktikan. Namun, saat ia melihat layar ponselnya, yang terekam bukanlah ruangan tempat ia berdiri.
Di layar terlihat dirinya sendiri sedang terbaring di ranjang rumah sakit, tubuhnya penuh luka sayatan, sementara sosok perawat itu berdiri di sampingnya sambil tersenyum.
Ponsel itu tiba-tiba mati. Dalam kegelapan, terdengar suara napas berat tepat di belakang Alya. Ia memutar tubuhnya dan…
Gelap.
Epilog: Yang Tersisa
Keesokan paginya, warga menemukan ponsel Alya tergeletak di tengah gang, layarnya retak dan penuh bercak merah. Saat salah satu warga memeriksa video terakhir, yang terlihat hanyalah rekaman Alya berjalan di lorong panjang yang tidak memiliki ujung, lalu perlahan menghilang dalam kegelapan.
Hingga hari ini, Alya tidak pernah ditemukan. Orang-orang percaya bahwa siapa pun yang masuk ke Rumah Tua Lorong Panjang akan terjebak selamanya, menjadi bagian dari lorong itu sendiri.
Beberapa saksi yang melewati tempat itu di malam hari mengaku mendengar suara samar: suara tangisan bayi, roda ranjang yang berdecit, dan bisikan lirih yang memanggil:
“Masuklah… masuklah ke dalam…”
Pesan
Kisah ini menjadi pengingat bahwa rasa penasaran bisa berbahaya. Tidak semua pintu yang terbuka mengundang kita untuk masuk. Beberapa di antaranya hanya membawa kita ke tempat yang tak pernah kembali. 🌑