Bayangan di Kamar Nomor 7

0 0
Read Time:2 Minute, 2 Second

Bayangan di Kamar Nomor 7 – Dina bekerja sebagai resepsionis di sebuah penginapan tua di pinggiran kota. Tempat itu sepi, dindingnya lembap, dan aroma kayu tua selalu tercium di udara. Pemilik penginapan hanya memberinya satu peringatan:
“Jangan pernah membuka kamar nomor tujuh setelah tengah malam.”

Awalnya Dina tidak terlalu memikirkan larangan itu. Semua terasa normal, hingga malam ketika hujan turun deras dan petir menyambar. Listrik padam, dan hanya cahaya lilin yang menari di meja resepsionis. Di tengah kegelapan, Dina melihat sesuatu yang membuat darahnya berdesir — pintu kamar nomor tujuh terbuka sedikit, padahal ia yakin kuncinya disimpan di laci.

Pintu yang Terbuka Sendiri

Dengan langkah ragu, Dina mendekat sambil membawa lilin. Semakin dekat ke pintu itu, udara terasa dingin menusuk. Ia memanggil pelan, “Halo? Ada orang di dalam?” Tidak ada jawaban. Tapi dari balik celah pintu, terdengar bunyi lirih — seperti napas seseorang.

Ia menunduk untuk melihat ke dalam, namun tiba-tiba bayangan panjang melintas cepat di balik pintu. Dina mundur ketakutan. Saat menatap kembali, pintu itu menutup perlahan, menimbulkan suara berdecit panjang. Ia segera berlari ke meja resepsionis untuk memastikan kunci masih aman. Namun, saat membuka laci, kunci kamar nomor tujuh sudah hilang.

Kisah di Balik Kamar Nomor 7

Pagi berikutnya, Dina bertanya kepada petugas kebersihan penginapan — seorang pria tua yang sudah bekerja di sana puluhan tahun. Wajahnya langsung berubah pucat begitu mendengar cerita Dina. Dengan suara rendah, ia berkata,
“Dulu, kamar tujuh ditempati sepasang tamu. Sang suami membunuh istrinya di sana, lalu gantung diri. Sejak itu, tak ada yang berani menempati kamar itu lagi. Tapi kadang, bayangan mereka muncul kalau hujan turun.”

Dina berusaha menepis rasa takut, berpikir itu hanya takhayul lama. Namun malam berikutnya, ketika jam menunjukkan pukul dua, suara langkah kaki terdengar dari lorong menuju kamar nomor tujuh. Bunyi ketukan lembut terdengar tiga kali dari arah pintu depan — pelan, tapi jelas.

Bayangan yang Kembali

Dina menoleh ke arah cermin di belakang meja resepsionis. Dalam pantulan redup cahaya lilin, ia melihat dua bayangan berdiri di belakangnya, meski ruangan kosong. Napasnya memburu, lilin di depannya tiba-tiba padam, dan suara langkah mendekat perlahan.

Lalu terdengar bisikan lembut di telinganya, suara perempuan dengan nada sedih namun tajam,
“Kau membuka pintunya lagi, kan?”

Keesokan paginya, pengelola menemukan meja resepsionis kosong. Lilin masih menyala separuh, sementara kunci kamar nomor tujuh tergeletak di atas buku tamu, berlumur noda merah yang belum kering. Sejak hari itu, setiap kali hujan turun, pintu kamar nomor tujuh selalu terbuka sedikit — seolah menunggu seseorang untuk kembali.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %