Penghuni Terakhir Rumah Sumarni

0 0
Read Time:3 Minute, 11 Second

Penghuni Terakhir Rumah Sumarni – Prolog Di sebuah desa kecil di Jawa Tengah, berdiri sebuah rumah tua milik seorang janda bernama Sumarni. Konon, ia meninggal dengan cara tragis di rumah itu, ditemukan tergantung di balok kayu ruang tengah. Sejak malam kematiannya, rumah itu kosong, tapi banyak warga mengaku masih melihat bayangan Sumarni berjalan di sekitar jendela.

Rumah tersebut selalu ditutup rapat. Namun pada suatu malam Jumat, tiga orang pemuda desa — Bima, Ardi, dan Seno — nekat masuk ke dalam rumah itu karena ditantang oleh teman-temannya. Mereka tidak tahu, malam itu akan menjadi malam terakhir mereka merasakan dunia nyata.


Bagian 1: Memasuki Rumah Tua

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Bulan purnama menggantung pucat di langit. Saat melewati pagar berkarat, mereka mencium bau anyir seperti darah basi.

“Ah, paling bau kelelawar,” kata Bima, mencoba sok berani.

Pintu rumah didorong. Suara engselnya berdecit panjang, seakan rumah itu menyambut mereka masuk. Di dalam, ruang tamu penuh debu, dinding berlumut, dan foto keluarga yang masih tergantung miring. Dalam foto itu, wajah Sumarni tampak samar karena retakan kaca, tapi matanya seolah mengikuti ke mana pun mereka melangkah.


Bagian 2: Suara Tangisan

Mereka menyalakan senter dan memeriksa ruangan satu per satu. Awalnya hanya hening. Namun saat jam menunjukkan pukul 12 malam, suara lirih terdengar dari lantai dua.

Tangisan.
Tangisan perempuan.

Suara itu semakin jelas:
“…Kenapa kamu tinggalkan aku…?”

Ardi langsung gemetar. “Itu… suara siapa? Bukannya rumah ini kosong?”
Bima menelan ludah. “Mungkin kucing…”

Tapi saat mereka naik ke lantai dua, suara itu berubah jadi tawa melengking, disertai suara pintu kamar yang terbanting sendiri.


Bagian 3: Kamar Terkunci

Ada sebuah kamar yang pintunya terkunci rapat. Anehnya, dari balik pintu itu tercium bau amis yang menyengat. Tiba-tiba, tanpa ada yang menyentuh, pintu itu berderit terbuka pelan.

Di dalam kamar, mereka menemukan kursi kayu yang patah, tali kusut tergantung di langit-langit, dan noda hitam di lantai yang seolah tak pernah hilang.

Saat Seno menyorotkan senter ke dinding, terlihat coretan tulisan dengan darah kering:

“Jangan tinggal di sini. Aku masih ada.”

Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki di lorong. Berat. Lambat. Mendekat ke arah mereka.


Bagian 4: Penampakan

Mereka bertiga panik, menutup pintu kamar dari dalam. Namun sesuatu menghentak pintu itu dari luar. Dentumannya begitu keras sampai kayu bergetar.

Seno berteriak: “Kita harus keluar!”
Tapi saat ia membuka jendela kamar untuk kabur, ia melihat sosok wanita berdiri di halaman. Rambut panjang menutupi wajah, daster putih berlumuran darah, dan kepalanya miring tidak wajar. Wanita itu menatap lurus ke arahnya meski wajahnya tertutup rambut.

Lampu senter mendadak mati. Lorong menjadi gelap gulita. Lalu, dari tengah kegelapan, muncul suara berbisik tepat di telinga Ardi:
“…Ikut aku…”


Bagian 5: Terjebak di Dunia Lain

Mereka berlari keluar kamar dan menuruni tangga, tapi lorong rumah itu tidak lagi sama. Tangga terasa semakin panjang, pintu depan tidak pernah terlihat. Dinding dipenuhi tangan-tangan hitam yang meraih, mencoba menarik mereka.

Bima jatuh tersungkur. Dari bawah lantai, muncul wajah-wajah pucat berteriak minta tolong. Seakan lantai itu adalah kuburan yang menampung jiwa-jiwa penasaran.

Ardi mencoba menolong Bima, tapi sosok wanita itu muncul di tangga. Kali ini jelas terlihat wajahnya: lidah panjang menjulur, bola matanya hanya putih tanpa pupil. Ia menggendong bayi yang menangis, tapi dari tubuh bayi itu menetes darah segar.

Wanita itu mendekat sambil berkata:
“Ini anakku… kalian harus menjaganya… sampai mati.”


Bagian 6: Akhir yang Menghilang

Teriakan mereka bertiga menggema, tapi warga desa tidak pernah mendengar apa pun malam itu. Pagi harinya, rumah itu kembali hening. Hanya ditemukan tiga senter tergeletak di ruang tamu, dengan baterai habis.

Tidak ada jejak Bima, Ardi, atau Seno. Mereka hilang begitu saja, seolah ditelan rumah itu.

Sejak saat itu, warga semakin takut mendekati rumah Sumarni. Konon, setiap malam Jumat, suara tangisan bayi masih terdengar dari lantai dua, disusul tawa wanita yang menggema di seluruh lorong.

Dan siapa pun yang berani masuk… tidak pernah kembali dengan selamat.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %