Tenda di Tengah Hutan – Empat orang sahabat—Raka, Doni, Lila, dan Mira—memutuskan camping di hutan yang jarang dikunjungi orang. Mereka ingin menikmati suasana sepi, jauh dari kebisingan kota. Siang harinya semuanya terasa menyenangkan: suara burung, gemericik sungai, dan udara segar membuat mereka betah. Namun begitu malam tiba, suasana berubah drastis.
Api unggun yang tadinya terang perlahan meredup. Angin dingin membawa aroma aneh, seperti bau tanah basah bercampur darah. Saat itulah Raka menawarkan diri mencari kayu bakar tambahan. Dengan senter kecil, ia masuk lebih dalam ke rimba.
Menit demi menit berlalu, tapi Raka tak kunjung kembali. Doni mulai gelisah, lalu terdengar langkah kaki mendekat. Mereka lega ketika melihat Raka muncul dari kegelapan. Namun ada sesuatu yang janggal: wajahnya pucat, tubuhnya kaku, dan ia hanya duduk diam di samping api tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Tiba-tiba, dari dalam hutan, terdengar jeritan keras. Suara itu jelas milik Raka, minta tolong berulang-ulang. Ketiganya saling pandang dengan wajah panik, lalu menoleh ke sosok yang duduk bersama mereka. Sosok itu perlahan mengangkat kepala, menatap dengan mata hitam kosong, lalu tersenyum lebar dengan gigi yang panjang dan runcing.
Mira berteriak, Doni menarik Lila untuk kabur. Namun setiap kali mereka berlari, jalan selalu membawa mereka kembali ke tenda. Seperti ada yang memutar arah, hutan itu menolak mereka keluar. Sementara itu, sosok menyerupai Raka berdiri tegak di samping api, semakin lama semakin tinggi hingga bayangannya menutupi pohon.
Bisikan-bisikan aneh mulai terdengar dari balik pepohonan. Jumlahnya semakin banyak, seperti puluhan suara menertawakan mereka. Di antara suara itu, jeritan Raka yang asli masih terdengar samar, meminta tolong, semakin jauh, semakin lemah.
Saat fajar menyingsing, hanya api unggun yang tersisa. Tenda kosong, seakan tidak pernah ada yang mendirikannya. Dan dari dalam hutan, bau tanah basah bercampur darah kembali tercium, menandakan ada sesuatu yang baru saja ditelan gelapnya rimba.