0 0
Read Time:2 Minute, 33 Second

Hutan yang Berbisik – Malam itu, angin bertiup pelan membawa aroma lembap dari hutan yang berbisik membentang di belakang desa. Rara berdiri di ambang pintu rumah kayunya, memandangi kegelapan yang pekat. Selama tiga malam berturut-turut, suara-suara aneh terdengar dari arah hutan — samar, tapi jelas terasa menyeramkan.

Rara tinggal seorang diri setelah kedua orang tuanya meninggal setahun lalu. Tetangga sering memperingatkannya, “Jangan pernah masuk ke hutan setelah matahari terbenam, Ra. Itu bukan tempat untuk manusia.” Namun, rasa penasaran dalam dirinya semakin membesar. Malam ini, ia memutuskan untuk mengungkap misteri itu sendiri.


Perjalanan ke Hutan

Dengan senter di tangan dan pisau kecil peninggalan ayahnya terselip di pinggang, Rara melangkah menuju hutan. Udara malam yang dingin membuat bulu kuduknya meremang. Semakin jauh ia berjalan, suasana menjadi hening tak wajar. Tak terdengar suara serangga, hanya desiran angin yang kadang menyerupai bisikan samar.

Sebuah suara pelan tiba-tiba muncul di telinganya.
“Rara…”

Langkahnya terhenti. Jantungnya berdegup kencang, dan senter bergetar di genggamannya. Ia menoleh ke segala arah, tapi tak melihat siapa pun. Berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu hanya ilusi, ia kembali berjalan.

Beberapa detik kemudian, bisikan itu terdengar lagi, kali ini lebih dekat.
“Rara… ikut aku…”


Temuan yang Mengerikan

Di tengah hutan, Rara menemukan sebuah pohon tua yang menjulang tinggi. Di bawahnya terdapat gundukan tanah menyerupai makam. Saat ia berjongkok untuk memeriksanya, matanya menangkap potongan kain kotor yang mirip sobekan pakaian manusia.

Sebelum sempat ia berpikir lebih jauh, tanah di depannya bergetar perlahan. Tiba-tiba, sebuah tangan pucat dengan kuku panjang dan hitam menerobos keluar, meraih udara dengan gerakan kaku. Rara terlonjak mundur, hampir menjatuhkan senter.

Sosok itu kemudian muncul sepenuhnya. Seorang perempuan berambut panjang kusut, wajahnya hancur, dan mata putih melotot tanpa bola mata. Dari mulutnya keluar suara yang selama ini menghantui malam-malam Rara.
“Rara… akhirnya kau datang…”

Rara segera berlari. Namun, langkah kakinya terasa berat, seakan tanah mencoba menahannya. Suara tawa melengking menggema, diiringi gerakan aneh dari pepohonan yang tampak hidup, merunduk seperti ingin menangkapnya.


Rahasia Keluarga

Ketika hampir mencapai tepi hutan, kakinya tersandung akar pohon dan tubuhnya terjatuh keras. Dalam gelap, ia meraba-raba tanah dan menemukan sebuah kalung tua. Saat melihatnya jelas, napasnya tercekat. Itu adalah kalung yang selalu dipakai ibunya semasa hidup.

Ingatan lama menyeruak. Ibunya pernah menceritakan tentang seorang perempuan yang dibakar hidup-hidup oleh warga desa karena dituduh penyihir. Sebelum mati, perempuan itu bersumpah akan kembali menuntut balas. Selama ini Rara hanya menganggapnya legenda. Tapi kenyataan yang menghantamnya malam itu jauh lebih mengerikan — perempuan itu adalah leluhur keluarganya.

Bisikan kembali terdengar, kali ini dari segala arah, memenuhi pikirannya.
“Rara… kau adalah darahku. Bergabunglah dengan kami…”


Akhir yang Menggantung

Rara menjerit, mencoba menutup telinganya, tapi bisikan itu tak berhenti. Gelap pekat menelannya bulat-bulat. Ketika membuka mata, ia sudah berada di depan rumahnya, tubuh penuh lumpur, napas terengah.

Namun, dari balik hutan, ratusan pasang mata putih menyala menatapnya. Di antara mereka berdiri sosok perempuan berwajah hancur, tersenyum sambil menggenggam kalung yang sebelumnya ada di tangan Rara.

Bisikan terakhir terdengar jelas, begitu dingin hingga darahnya membeku.
“Kau tidak bisa lari, Rara. Malam ini… kau pulang kepada kami.”

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %